Dalam dunia pengembangan perangkat lunak, pemilihan arsitektur yang tepat menjadi kunci untuk membangun aplikasi yang andal, dapat diskalakan, dan mudah dikelola. Tiga arsitektur yang sering menjadi bahan diskusi adalah monolitik, decouple (terpisah), dan microservices. Masing-masing memiliki karakteristik, kelebihan, dan kekurangannya sendiri.
Arsitektur Monolith
Arsitektur monolith adalah sebuah arsitektur dimana seluruh komponen aplikasi dibangun sebagai satu unit tunggal yang utuh. Antarmuka pengguna (user interface), logika bisnis (business logic), dan lapisan akses data (data access layer) semuanya saling terkait erat dalam satu basis kode.
Kelebihandari arsitektur ini adalah kesederhanaan dalam pengembangan awal dan proses deployment. Tim pengembang dapat dengan cepat membangun dan meluncurkan aplikasi karena tidak perlu mengelola banyak bagian yang terpisah.
Namun, seiring dengan berkembangnya aplikasi, pendekatan ini mulai menunjukkan kelemahan. Skalabilitas menjadi tantangan karena seluruh aplikasi harus diskalakan bersamaan, bahkan jika hanya satu fitur yang mengalami lonjakan beban. Pemeliharaan juga menjadi lebih rumit, dan adopsi teknologi baru menjadi sulit karena akan mempengaruhi keseluruhan sistem.
Arsitektur Decouple dan Microservices
Sebagai jawaban atas tantangan monolitik, muncullah arsitektur yang lebih terdistribusi. Konsep utama di sini adalah pemisahan (decoupling), yang mengurangi ketergantungan antar komponen.
Decoupled Architecture sering dianggap sebagai jalan tengah. Dalam arsitektur ini, aplikasi monolitik dipecah menjadi beberapa komponen yang lebih kecil dan tidak terlalu terikat. Meskipun belum sepenuhnya independen seperti microservices, pemisahan ini memungkinkan tim yang berbeda untuk bekerja pada komponen yang berbeda secara bersamaan, sehingga meningkatkan fleksibilitas dan kemudahan pemeliharaan dibandingkan dengan monolitik murni.
Di sisi lain, arsitektur microservices membawa konsep ini lebih jauh lagi. Aplikasi dipecah menjadi kumpulan layanan kecil yang independen, di mana setiap layanan bertanggung jawab atas satu fungsi bisnis tertentu. Setiap layanan memiliki basis kodenya sendiri, basis datanya sendiri, dan dapat di-deploy secara mandiri.
Keunggulan utama microservices adalah skalabilitas yang tinggi, karena setiap layanan dapat diskalakan secara independen. Ini juga memberikan fleksibilitas teknologi, di mana setiap layanan dapat dibangun dengan bahasa pemrograman yang paling sesuai. Selain itu, jika satu layanan mengalami kegagalan, layanan lain tidak akan terpengaruh secara langsung, sehingga meningkatkan ketahanan aplikasi.
Namun, kompleksitasmenjadi tantangan utama dalam microservices. Mengelola puluhan atau bahkan ratusan layanan, komunikasi antar layanan, dan konsistensi data memerlukan upaya dan alat bantu khusus.
Mana yang lebih tepat digunakan?
Pemilihan antara arsitektur monolitik, decouple, dan microservices sangat bergantung pada kebutuhan spesifik proyek. Untuk proyek kecil dengan tim yang terbatas, monolitik bisa menjadi pilihan yang efisien. Seiring dengan pertumbuhan aplikasi dan kebutuhan akan skalabilitas yang lebih besar, beralih ke arsitektur yang lebih terpisah seperti decouple atau microservices menjadi langkah yang strategis untuk memastikan aplikasi tetap dapat berkembang dan andal di masa depan.